“Setelah” (11)

menuruti hawa nafsunya dari pada nuraninya. Padahal di

zaman edan seperti ini mencari perempuan salehah lebih

sulit dari pada mencari perempuan cantik. “terang pak

Susilo.

“Dan kau sungguh termasuk orang yang beruntung.

Kata teman-teman dosen. Kau mendapatkan isteri yang

sangat ideal. Cantik.pintar karena dia terbaik

dikampusnya penurut, kelihatanya sangat setia karena dia

kalau memandang pasti menunduk, tidak pernah

memandang kedepan melihat lelaki lain, dan hafal alquran.

Kau sungguh beruntung.” Kata Pak Hardi

Cerita yang kudapat ketika makan siang dan kata-

kata Pak Hardi membuat aku teringat Raihana. Dia

memang sangat setia dan sangat baik. Aku

mengbandingkan diriku dengan Pak Agung. Oh bertapa

sakit rasanya dihianati isteri cantik yang sangat dicintai.

Aku lalu membayangkan seandainya menikah dengan aktris

cantik mesir, mona zaki. Kemudian mona zaki main

film,dan ada adegan ia harus berciuman atau dicium lawan

mainya misalnya. Aku akan sangar cemburu dan marah.

Aku tak bisa menerima isrtiku dicium lelaki lain. Apapun

alasanya. Apalagi jika sampai ia berselingkuh, aku tak akan

bisa menerimanya. Dan dunia aktris adalah dunia yang

paling rawan selingkuh. Cinta dilokasi suntting adalah hal

yang kerap kali terjadi. Telah ribuan aktris didunia ini

hancur rumah tangganya karena cinta lokasi. Jadi aku

sedikit masih sedikit merasa beruntung memiliki isteri

Raihana yang bukan aktris. Tapi entah kenapa aku belum

***

juga memiliki rasa cinta padanya. Sudah satu bulah

berpisah tapi rasa rindu padanya sama sekali tidak ada.

Jika rasa rindu tak ada apakah bukan mengindikasikan

bahwa rasa cinta benar -benar tidak ada. Namun dalam

hati aku mengacam, meskipun tidak cinta kalau sampai

Raihana berselingkuh dia akan aku bunuh! Akan aku bunuh!

Karena walau bagaimana pun statusnya adalah isteriku.

Sebab sekonyol apapun keadaan yang kualami aku sama

sekali tidak mau sedikitpun berhati sedikitpun untuk

tertarik pada perempuna lain. Aku justru berusaha untuk

mencintainya. Hanya saja selalu tidak bisa. Selalu sia-sia

entah kenapa?

Akhirnya cerita itu pun sirna bersama detik-detik

yang berlalu. Apalagi ketika aku mandapatkan tugas di

Universitas untuk mengikuti pelatihan peningkatan mutu

dosen mata kuliah bahasa Arab selama sepuluh hari yang

akan diadakan oleh Depag dipuncak. Diantara tutornya

adalah professor bahasa Arab dari Mesir. Aku jadi

banyak berbicang dengan beliau tentan Mesir. Dalam

pelatiha aku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi. Dosen

bahasa Arab dari Medan. Ternyata dia menempuh S1- nya

di Mesir. Dia pulang ketanah air tiga tahun sebelum aku

datang keMesir. Dengan pak Qalyubi aku banyak

bernostalgia tentang Mesir. Akhirnya lama kelamaan pak

Qalyubi sangat terbuka kepadaku. Ia menceritakan satu

pengalaman hidup yang  menurut pahit tapi terlanjur

dijalani. Ia tak tahu apa yang akan terjadi jika akhirnya

dia nanti tidak lagi kuat menjalaninya.

***

Habiburahman  El  Shirazy

“Apakah kau sudah menikah?” tanya pak Qalyubi.

“Alhamdulillah, sudah.” Jawabku.

“Dengan orang mana?”

“Orang Jawa?”

“Pasti isteri yang baik. Iya kan? Bisanya pulang dari

Mesir banyak sanak saudara yang menawarkan untuk

menikah dengan perempuna salehan. Paling tidak

santriwati lulusan pesantren. Isterimu dari pesantren?”

“Pernah. Ahamdulilah dia sarjana dan hafal

alquran.”

“Kau sangat beruntung. Tidak seperti diriku.”

“Kenapa dengan bapak.”

“Aku melakukan langkah yang salah, aku mengambil

pilihan yang keliru”

“Maksud Bapak”

“seandainya aku tidak menikah dengan gadis Mesir

itu tentu batinku tidak akan merana seperti sekarang.”

“Isteri bapak orang Mesir ?”

“Ya.”

“Dan bapak menderita?”

“Benar.”

“Bagaimana itu bisa terjadi?”

“Itulah yang terjadi. Kau tentu tahu seperti apa

gadis Mesir itu. cantik tidak menurutmu rata-rata gadis

sana?jujur

saja!”

“oh cantik-cantik pak. Bahkan jika ada delapan

gadis Mesir maka yang cantik enam belas. Sebab

bayangannya ikut cantik.”

***

“Dan karena terpesona oleh kecantikan gadis Mesir

itu lah saya menderita sampai saat ini.”

“Boleh tahu ceritanya untuk pelajaran hidup bagi

saya pak?”

“Boleh. Kau bahkan boleh menceritakan kepada

siapa saja untuk dijadikan pelajaran asal jangan kau sebut

secara jelas nama dan asal-usul saya. Begini ceritanya.

Saya anak tunggal seorang yang cukup kaya dipinggir

timur kota Medan. Ayah memiliki sawah dan ladang yang

cukup luas dan ibu seorang pedagang kain yang cukup

sukses. Tahun 1988, saya berangkat keMesir atas biaya

orang tua. Disana sudah ada kakak kelas saya dari

pesantren terkenal di Medan. Namanya Fadhil. Dia

menempatkan saya di Hayyu Sadis. Dalam satu rumah

dengan teman-temanya dari Medan yang bukan alumni

satu pesantren. Karena disana masih kekurangan satu

orang. Dia sendiri tinggal di Hayyu Sabe.

Seiring berjalannya waktu,

alhamdulillah, tahun pertama saya dapat lulus dengan predikat jayyid.

Sebuah predikat yang cukup sulit diraih anak Indonesia pada

waktu itu. bahkan satu rumah hanya aku yang lulus. Yang

lain rasib atau gagal. Hal sama terjadi pada tahun kedua.

selain itu saya sangat akrab dengan orang-orang Mesir

sekitar kami. Karena prestasi saya itu tuan rumah jadi

sangat mengenal saya. Dia orang yang suka pada

mahasiswa yang berprestasi. Dia seorang guru SLTP

negeri di Ghamrah. Suatu kali tuan rumah berkunjung

dengan mengajak anak gadisnya yang seusia dengan saya.

***

Bersambung……..

NB:

Jika anda tidak sabar membaca kelanjutan ceritanya, Ajak teman-teman anda Like Artikel ini.
Bila sudah 20 Like (Icon facebook) maka saya akan Post Halaman berikutnya….!!!
Jangan lupa juga tinggalkan Komentarnya…. OK….!!! 

 


(11)
Tunggu Kelanjutan Ceritanya….

* Habiburahman  El  Shirazy : “Pudarnya Pesona Cleopatra”.

 

 

Baca juga :