Hujan dan Awan Saling Melupa

Aku tidak tertarik siapa dirimu,
atau bagaimana kau tiba di sini.
Aku ingin tahu apakah kau mau berdiri di tengah,
bersamaku dan tak mundur teratur.
Aku tidak tertarik di mana atau dengan siapa kau belajar.
Aku ingin tahu apakah yang menjagamu dari dalam,
saat segala hal berjatuhan. 
Aku ingin tahu apakah kau bisa sendirian bersama dirimu,
dan apakah kau benar-benar menyukai temanmu
di saa-saat kau hampa.

(Jean Houston, A Passion for The Possible)

Aku Ingin Berlari

Hari ini (siang tadi) habis dari dokter, periksa luka luar bekas lecet yang malah jadi koreng yang infeksi. Itu akibat tergesek sepatu yang sudah mulai tidak muat dengan kakiku.

Ngobrol-ngobrol dengan dokter, cerita tentang masa lalu, ketika kecelakaan 2005 lalu. Dokter bilang “dulunya kurang perawatan, alhasil seperti ini. Penanganannya kurang”. Waktu itu tahun 2005 dioprasi dengan menggunkan program pemerintah. Sekarang aku hanya bisa berjalan dengan ujung kaki saja. Keras seperti kayu itu kakiku.

Dokter bilang bisa sembuh dengan oprasi, tapi aku tidak hiraukan ucapan itu karena aku sudah mulai bisa menerima apa adanya nasibku. Tapi kenapa tiba-tiba terpikir ingin oprasi, ingin sembuh, ingin lari, malu ini kembali datang, takut ini mulai menghantui. Pertanyaan-pertanyaan mulai muncul dalam benak. Bisakah? Mungkinkah? Berapa?
Aku membayangkan kaki ini sembuh, dapat berlari seperti mereka, dapat berjalan normal seperti mereka, apa aku bisa, apa aku mampu dengan keadaan keluargaku saat ini, dengan keadaanku saat ini. Mungkin bisa? Tapi… berapa? Kenapa aku tidak tanyakan tadi. Kenapa aku tidak ingin sembuh, kenapa sekarang ingin sembuh.

Aku ingin lari…..
Aku ingin seperti mereka….

Sepertinya aku ingin berteriak kepada Tuhan, “Sembuhkan aku….! Aku ingin lari, aku ingin seperti mereka berjalan dengan telapak  kaki, bukan dengan ujung kaki”.

Tuhan, aku mohon kembalikan kakiku sedia kala. Seperti aku saat kecil, dapat berlari meraih Ibu dan Bapak ku, dapat menggendong adik-adiku, dapat membantu kedua orangtua seperti anak-anak desa lainnya. Apa aku ini terlalu hina untuk berbuat baik kepada mereka semua. Apa aku ini tidak pantas Engkau berikan kesempatan lagi. Apa aku ………. aku ini……. Engkau tega Tuhan, Kau biarkan aku menagis dikala ingat dahulu aku berlari, Engkau tega, biarkan aku malu ketika dengan mereka. Engkau tega kepada orangtuaku yang menanggung malu karenaku.
Apa kesempatan itu tidak ada untukku, apa kesempatan itu tidak untukku lagi.

Engkau maha kuasa, maha segalanya, mengapa Engkau tak berikan jalan sedikit saja untukku. Setidaknya Engkau berikan aku rasa percaya diri untuk itu. Engkau merebutnya. Kau meninggalkannya. Aku hanya ingin berbuat baik kepada semua dengan yang ku mampu dan ku bisa. Aku tidak meminta kau turunkan cahaya dan sekejap kakiku bisa berjalan lagi, aku hanya minta bukakan jalan sedikit saja, sedikit saja. Agar aku dapat berusaha kembali membuatnya seperti mereka. Berjalan dengan gagah dan perkasa. Anak yang siap dipinta tenaga oleh orangtua.

Kau tau? Aku ini tidak dapat membantu mereka. Apa Kau tau aku ini tidak bisa apa-apa.
Tuhan, aku ingin berlari… Aku ingin berlari… Aku ingin berlari…
Bukakan jalan itu, bukakan gerbang itu, bukakan Tuhan, aku mohon pada-Mu. Aku mohon pada-MU. Aku mohon…

 

Rasa Yang Tertinggal

hhh

Rasa Yang Tertingal

Takkan Pernah terindah
Takkan pernah terabaikan
Kau hancurkan diriku

Kini kau pun tlah pergi
Menjauhi diriku untuk selama-lamamya

Walau kau tak pernah mengerti akan arti cinta ini dihatiku

Rasa ini yang tertinggal selamanya
Memberikan luka pada hatiku

Jangan kau biarkan diriku menderita selalu

 

 

Larangan Jilbab Polwan, Presenter TV dan Fatin!

Semakin aneh Negara ini, apalagi Indonesia termasuk Negara yang Demokrasi dan Kebanyakan dari Agama Islam.

 

Sekarang sedang hangat-hangat isu larangan jilbab bagi anggota polisi perempuan. Sebagai penulis, saya ingin melihat dari sisi yang lebih objektif, tentu bukan dari sisi emosional yang kemudian menimbulkan perdebatan panjang. Kita hindari debat, mari telaah baik buruk dari jilbab!

Memakai jilbab pada dasarnya sudah jadi kewajiban seorang muslimah, dalam al-Quran surat al-Ahzab ayat 59 dan an-Nur 31 sudah jelas sekali ketentuan itu. Mau tidak mau, ajaran Islam mewajibkan perempuan menutup auratnya. Dari kedua ayat itu jelas sekali bahwa seorang perempuan harus menutup kepala sampai dada, berpakaian sopan sehingga terlibat lebih menawan. Kata wajib merupakan keharusan yang mesti dituruti. Inilah perbedaan sunnah dengan wajib, sunnah bisa ditinggalkan tapi tidak berdosa dan wajib ditinggalkan akan berdosa. Perkara tidak memakai jilbab lantaran berbagai alasan, kembali lagi pada fitrah sebagai muslimah, kepada kedua ayat tersebut. Al-Quran merupakan pedoman yang harus dipatuhi keabsahannya.

Seharusnya, setiap orang yang mengaku muslim atau muslimah selayaknya mengerti akan hal ini. Saya tidak tahu apakah yang memberikan larangan tersebut sudah mengimani semua perintah dan larangan agama. Jika belum, sepantasnya dia harus belajar lagi Islam dengan benar – jika dia seorang muslim. Islam di kartu pengenal saja tentu berbeda dengan seorang muslim. Islam adalah agama yang ditulis, sedangkan muslim adalah orang yang beriman dan taat kepada aturan Islam, sebagaimana aturan negara yang patut dihormati dan dijalankan. Dalam al-Quran sendiri, pelafalan wahai orang muslim dan muslimat, atau wahai orang mukmin dan mukminat, tidak ada pelafalan wahai orang Islam, itu tandanya bahwa Islam belum tentu beriman.

Rasanya paragraf di atas sudah keluar tema khusus tulisan ini, tapi itu jadi sebuah bayangan bahwa seorang Islam harus benar-benar paham kewajiban dan haknya sebagai muslim taat.

Jilbab adalah kewajiban. Tidak ada tawar-menawar untuk tidak dan mengenakan jilbab. Setiap muslimah harus mengenakan jilbab!

Urusan pekerjaan memang kerap sekali membuat seorang muslimah menanggalkan jilbab mereka. Sekarang muncul lagi peraturan pelarangan jilbab bagi anggota polisi perempuan. Ini adalah masalah janggal, di negara bernama demokrasi Indonesia. Di mana setiap orang berhak menjalankan kemauannya selama masih di taraf benar dan baik sesuai perundangan yang berlaku. Lantas, apakah jilbab sebuah petaka? Sebuah larangan? Sebuah hal buruk? Penyakit? Semua orang punya jawaban tersendiri, namun jika dia seorang muslim muslimah, jilbab itu sudah diamalkan sebagai kewajiban berdasarkan kedua ayat tersebut.

 

Pelarangan jilbab bagi Polwan adalah sebuah hal yang tidak masuk akal, Polwan juga merupakan seorang muslimah yang menjalankan perintah agama dengan benar. Mereka punya kewajiban mengurus negara, mengatur semua permasalahan yang terjadi sehingga seimbang, kewajiban mereka sama dengan kewajiban warga negara biasa, hanya pangkat mereka berbeda.

Buang jauh-jauh bahwa Polwan harus berpakain super minim, ini tentu tidak enak dipandang. Polwan itu selalu identik dengan seorang perempuan tinggi, langsing, cantik, berpakaian serba ketat, memakai topi. Ini paradigma yang kuno, sekarang orang bebas melakukan apa saja. Termasuk cara berpakaian. Pelarangan jilbab tentu jadi bomerang bagi perempuan muslimah menjadi bagian dari penjaga keamanan negeri. Mereka tidak lagi bisa berinteraksi dengan masyarakat, memberikan pemahaman yang benar masalah lalu lintas dan kriminal.

Pola pikir yang kemudian dijadikan patokan, seorang Polwan tak boleh berjilbab lebih kepada pribadi pemberi keputusan itu. Bahwa dia belum benar-benar paham akan kultur masyarakat Indonesia. Dan tidak paham ajaran agama dengan benar. Sikapnya menunjukkan bahwa dia lebih mementingkan napsu sebagai seorang manusia dibandingkan kecakapan dalam bekerja.

Keputusan Polwan tak boleh berjilbab menimbulkan berbagai kontra di dalam masyarakat. Karena ini adalah masalah yang sangat ringan, berhubungan dengan pribadi dan ketaatan terhadap agama. Menyoal sebuah opini di Kompasiana, yang menanyakan posisi televisi berita di Indonesia, yang diam saja tak memberikan dengan heboh isu ini dibandingkan isu korupsi yang membuat masyarakat semakin bodoh dan ikut korupsi.

Statsiun Televisi yang dimaksud dalam tulisan tersebut adalah Metro TV dan TV One. Dua TV berita yang sama-sama kuat dan gencar memberikan persoalan dalam negeri. Namun lengah akan masalah jilbab ini. Tidak bisa dipungkiri kedua TV ini juga “anti” terhadap jilbab!

Benar. Awalnya saya bertanya-tanya saat seorang presenter berita Metro TV tidak lagi on air. Belakangan saya tahu, presenter ini tidak lagi membaca berita seperti biasanya. Semenjak memutuskan berjilbab, perempuan ini “didepak” dari Metro TV. Dia adalah Sandrina Malakiano, melalui blog pribadi perempuan ini akhirnya buka suara bahwa perempuan berjilbab seperti dirinya “haram” muncul di layar kaca saat membaca berita. Walau ada pengecualian, dia bisa tampil memandu talkshow di bulan puasa, namun rasa sakit hatinya terhadap managemen Metro TV begitu kental dari suara hatinya.

Masalah ini jelas-jelas sebuah keputusan dari TV besar. Begitu ada masalah tentang pelarangan jilbab Polwan, kedua TV ini diam saja tak berkutik. Karena mereka sendiri sudah punya aturan tersendiri mengenai jilbab. Memang, beberapa reporter mereka mengenakan jilbab, tapi hanya sebatas reporter lapangan, tidak naik kelas menjadi pembaca acara atau presenter berita walau prestasi mereka tergolong bagus.

Peraturan pemerintah seakan dibuat berdasarkan napsu perorangan. Untuk menggais rupiah, untuk memuaskan napsu, atau untuk menjadi hebat di mata negara lain. Saya rasa pemikiran itu tidak tepat.

Lepas dari kasus Polwan yang akan melepas jilbab mereka dan sikap Metri TV dan TV One yang tak membombardir berita ini. Ada fenomena lain yang semakin hari semakin menggila di Indonesia.

Jilbab menjadi trend bagi artis Indonesia. Banyak artis yang sudah mengenakan jilbab dengan benar. Artinya bukan sekadar tuntutan layar kaca. Sebut saja Inneke Koesherawati, dr. Lula Kamal, Desy Ratnasari, Astri Ivo, Marshanda, Zaskia Mecca, Oki Setiana Dewi, Meyda Safira dan lain-lain. Mereka tetap saja eksis dilayar kaca dan tetap berlimpahan rezeki. Dengan berpenampilan serba tertutup ternyata masyarakat malah memuji bukan mencela. Ini prestasi yang tidak bisa dibandingkan dengan kemauan yang penuh napsu. Dunia hiburan yang sangat glamor saja menerima mereka yang berjilbab, kenapa panutan masyarakat – polisi – tidak boleh berjilbab?

Fenomena lain muncul saat Fatin menang di X Factor Indonesia. Ini sangat menarik terlepas dari beberapa selebriti yang sudah duluan mengenakan jilbab. Fatin bukan selebriti yang kemudian “tobat” tetapi seorang peserta audisi yang memiliki suara khas. Sebelum masuk audisi Fatin sudah terlebih dahulu berjilbab, satu-satunya penyanyi yang sudah menutup dirinya sebelum terjun payung menjadi selebriti hebat Indonesia.

Buktinya, masyarakat malah senang dan antusias dengan hadirnya Fatin. Bisa jadi karena bosan melihat lenggak-lenggok penyanyi dan artis yang menjual tubuh mereka sebagai modal keartisan. Fatin tak perlu merebut hati masyarakat dengan goyangan macam-macam, cukup menyanyi saja. Ini membuktikan bahwa kualitas di atas segala-galanya dibandingkan kuantitas. Bahkan lagu-lagu yang dinyanyikan Fatin lebih populer dibandingkan penyanyi aslinya, dan semua berita tentang Fatin diburu penggemar tanpa memandang rendah jilbab Fatin.

Ada sebagian yang mengatakan karir Fatin akan meredup karena jilbab, ini adalah cara pandang yang pertama tadi. Semua dinilai dari tubuh seksi, sedangkan kualitas nomor sekian.

Akhirnya, kepada yang berwenang. Apakah Anda mencari Polwan, Presenter dan Artis yang kualitas atau kuantitas?

 

Copas Sumber : Kompasiana

Pelangi Hidupku

Postingan kali ini sebetulnya nggak ada niatan buat di posting, jangankan niatan buat di posting, niat posting aja nggak.
[*] Muter-muter ya :D. Orang lagi galau nggak punya pulsa. Eh, Bunda Enny nawarin buat ikutan “2nd Giveaway Enny Mamito” yasudah meluncur deh ;).

Mungkin pas liat judulnya pasti ngira puisi, padahal bukan. Tapi sempat terlintas sedikit kata untuk pelangi hidupku karena sempet nongkrong di blog Pelangi.  Sebelum ngulas GA-nya Bunda Enny pengen buat kata dulu tentang pelangi.

Pelangi Hidupku

Dia datang setelah hujan
Lukisan Tuhan setelah hujan
Tanpa kanpas melainkan alam
Keagunan yang tak terhingga

Pelangi ku adalah dia
Aku langin tak beralas
Bumi basah karena tumpahan air hujan
Kau datang setelahnya

Langit mendung hitam
Biru tak berawan
Kemudian kau datang
Melukiskan warna-warna indah dilangit

Hatiku kelam hitam
Tak ada warna kehidupan
Kemudian kau datang
Melukiskan warna-warni pelangi dalam hati sempit

Awan hitam disingkirkan
Hujan dilewati

Sepi ku buang
Rintangan ku lewati

Kau bagai pelangi dilangit
Setelah kelamku datang
Kau tiba dengan meukiskan warna-warni
Yang ku sebut pelangi hidupku

[*][*][*]
Keasikan Hehee :D. Marilah kita bahas GA-nya Bunda Enny 😉

Sebetulnya bukan kali tadi saja berkunjung ke blog pelangi, sebelumnya juga pernah. Ya itu saya mah lupa karena nggak pernah diinget-inget. Hihih :mrgreen:

Yang paling saya suka dari postingan blogg Pelangi adalah :

1. Masih Menunggu

Kenapa saya suka postungan ini, karena saya juga saat ini sedang menunggu. Mungkin dalam postingan di blognya memang menunggu pelangi, tapi jika itu dijadikan perumpamaan atau kiasan untuk menunggu seseorang yang spesial juga bisa kan? :). Jangan tanya kenapa bisa terpikir kesana, karena pengen aja kesana :mrgreen: .  Seperti sebuah syair dalam postingan Bunda Enny, “sendiri buatku tak menentu tanpa hadirmu..”, bener banget. Sendiri itu bikin kita nggak menentu, sok aja geh. 😀

2. Rindu

Dalam postingan Bunda Enny :
“Cinta, aku merindukanmu..
Rasaku semakin menggunung menunggu pertemuan kita..
Yang entah kapan akan tiba..
Tapi ku kan sabar menunggu sampai akhirnya..”

Nggak bisa komen banyak deh, pokoknya suka suka suka suka banget :'(.

Kangen = Rindu, sama aja kan?
Tak ada kata mampu kurangkai dalam kaca teknologi ini yang bisa menyampaikan keluh kesah hatiku menunggumu, menantimu, merindumu. Cukup kubilang pada dunia dalam hatiku, bahwa aku merindukanmu *Ups.. nyeplos lagi deh :mrgreen:

[*][*][*]

Kritik dan Saran :

Sebetulnya nggak enak sih ngasih kritik dan saran ke Bunda, tapi karena keharusan yasudah lah ini dia ;).
Backgroundnya bagus bunda sederhana, hanya saja saya kira Bunda punya warna yang lebih sederhana lagi dari background yang sekarang pasti, saya yakin itu ;).

Oh, iya Bunda, kenapa nggak bikin blog lagi buat pisahin antara postingan pribadi dengan postingan yang berkategori umum. Kayak kesehatan, atau apa gitu yang bentuknya lebih ke umum. Pasti lebih tertata, dan nggak bakalan bosen deh kalau ditongkrongin tiap waktu ;).

Aduh saya nggak ada kritik sama saran Bunda. Segitu aja ya Bunda nggak apa-apa kan? 😉
Makasih buat Bunda Enny yang udah ngasih kesempatan ikutan GA-nya :). Sukses dan semoga banyak yang berpartisipasi. Amiin. 🙂

Yuuk ikutan 2nd Giveaway Enny Mamito

Rindu

Malam sunyi tanpa rembulan
Sendiriku di kursi goyang
Pikirku ikut melayang
Terbayang wajahmu sayang

Sedang apa dikau? Tanya pada bayanganmu
Aku disini tiada henti memikirkanmu
Melukiskan senyum manismu
Mengukir rindu dalam hatiku

Bunga jambu berguguran
Membuatku menua tanpa kutuakan
Menyatu dengan rambut hitam penantian
Menjadi ubana akan kerinduan

Waktu semakin lama semakin berputar
Begitupun dengan kehidupan
Waktu semakin lama semakin berputar
Namun tidak untuk rasa dalam hatiku akanmu

Demikian seperti awal perkataan dalam hatiku
Bahwa aku mencintaimu menyayangimu
Untukmu kekasihku
Aku merindukanmu